Lontar - Lontar
Jenis
Jenis Lontar
|
Pokok-pokok ajaran Ketuhanan yang
termuat dalam pustaka suci Veda dan Upanisad seperti yang diuraikan di atas
ditulis kembali ke dalam lontar-lontar di Bali dengan menggunakan aksara
Bali. bahasa Sansekerta-kepulauan, bahasa Jawa Kuna maupun bahasa Bali.
Lontar-lontar tersebut tersimpan dan terpelihara di Bali dalam jumlah yang
cukup banyak, tersebar di berbagai tempat. Tempat-tempat tersebut seperti
misalnya di: Gedong Kirtya Singaraja. Perpustakaan Universitas Udayana Denpasar,
Perpustakaan Universitas Hindu Dharma Denpasar, Perpustakaan Universitas
Dwijendra Denpasar, Kantor Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali Propinsi Bali
dan lain sebagainya. Di samping itu tidak sedikit juga lontar-lontar itu
tersimpan di rumah perorangan yang diwarisi secara turun-temurun, sebagai
perpustakaan pribadi.
Isinya memuat berbagai hal yang terkait dengan Agama dan Kebudayaan Hindu di
Bali. Sebelum sampai kepada lontar-lontar sumber ajaran filsafat Ketuhanan
itu sendiri maka patut pula diketahui beberapa dari lontar-lontar tersebut,
di antaranya sebagai berikut :
1
|
Lontar-lontar tentang puja.
Lontar ini berisi puja pegangan para Sulinggih pada waktu memuja dan
"muput" upacara agama. Lontar-lontar ini memakai bahasa Sanskerta
kepulauan. Beberapa di antaranya adalah:
|
- Wedapankrama
- Suryasewana
- Arghapatra
- Puja ksatrya
- Puja-mamukur
- Kajang-pitra-puja
|
2
|
Lontar-lontar tentang Yajna.
Lontar-lontar ini banyak benar jenisnya. Umumnya mengandung
petunjuk-petunjuk umum untuk melakukan upacara yajna, baik mengenai jenis
banten atau sesajennya, perlengkapannya dan sebagainya. Berikut adalah
contoh nama lontar yang dimaksud :
|
- Dewa-tatwa
- Sundarigama
- Wrhaspatikalpa
- Yamapurwana tatwa
- Kramaning madiksa
- Dharma-koripan
- Janma-prakerti
- Anggastiaprana
- Sri purana
- Tatwa-siwa-purana.
|
|
Lontar Wariga
Lontar-lontar lain yang erat hubungannya dengan lontar Yajna ini adalah
lontar-lontar Wariga, seperti :
|
- Wariga Gemet
- Wariga Krimping
- Wariga
- Wariga Parerasian
- Wariga Palalawangan
- Purwaka Wariga.
|
|
Lontar-lontar etika
Isinya adalah ajaran tentang
etika, kebajikan dan tuntunan untuk menjadi orang "Sadhu" yaitu
arif dan bijaksana, berbudi luhur, berpribadi mulia dan berhati suci. Yang
termasuk lontar jenis ini antara lain:
|
- Sarasamusccaya
- Slokantara
- Agastiaparwa
- Siwasasana
- Wratisasana
- Silakrama
- Pancasiksa
|
|
Lontar-lontar tattwa
Lontar-lontar jenis inilah yang
memuat ajaran-ajaran Ketuhanan, di samping juga memuat ajaran tentang
penjadian alam semesta, ajaran Yoga, ajaraa tentang "Kelepasan"
dan sebagainya. Sebagian besar lontar - lontar ini bersifat Siwaistis.
Beberapa di antaranya adalah :
|
|
|
|
Lontar- lontar Tattwa
|
|
|
Bhuwana Kosa
|
Synopsis
|
|
|
Lontar ini tergolong lontar yang
tua umurnya. Hal ini tampak dari adanya teks Sansekertanya yang jumlahnya
banyak, bahkan lebih banyak dari uraiannya dalam bahasa Jawa Kuna dan
keadaan teksnya cukup baik. Isinya terdiri dari 11 patalah (Bab) yang
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Bagian pertama yang berisi
uraian Bhatara Siwa kepada Srimuni Bhargawa yang lebih banyak menguraikan
tentang "Brahma rahasya'' yaitu rahasia pengetahuan Brahma.
2. Bagian kedua, berisi uraian
Bhatara Siwa kepada Dewi Uma, isterinya dan Sang Kumara puteranyu Dalam
bagian ini lebih banyak menguraikan mengenai ajaran Jnana-siddhanta yaitu
pengetahuan tertinggi untuk mencapai tujuan akhir berupa
"kelepasan". Menurut lontar ini Tuhan disebut Bhatra Siwa.
Bhatara Siwa bersifat trancendent dan immanen atau impersonal dan personal.
Bhatara Siwa ada di mana-mana dan sekaligus mengatasi segala. Bhatara
Siwalah menjadi sumber segala dan menjadi segala serta ternpat kembalinya
segala itu. Alam semesta yang tampak ini hanya pemunculan sementara yang
merupakan badan Nya yang tampak. Sedangkan Bhatara Siwa sendiri pada
hakekatnya tak tampak oleh manusia.
Adapun proses "mengada''nya
alam ini adalah melalui 12 tattwa, yaitu:
- Bhatara Rudra/Siwa,
- Sang Purusa
- Awyakta
- Budhi
- Ahamkara
- Panca tanmatra
- Manah
- Akasa
- Bayu
- Agni
- Apah
- Prthiwi
Seorang Yogiswara dengan
"jnana wisesa" beliau akan bisa menemukanNya. Keadaan yang
demikian itulah yang disebut "kamoksan" atau
"Kelepasan" yang menjadi angan-angannya. Lontar Bhuwanakosa ini
telah dialih aksarakan dan dialih bahasakan serta sudah diterbitkan oleh
Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali, Propinsi Bali, Tahun l991.
|
|
|
|
|
|
|
Ganapatitatwa
|
Synopsis
|
|
Lontar ini terdiri dari lebih
kurang 60 sloka Sansekerta dengan terjemahannya ke dalam bahasa Jawa-Kuna,
yang merupakan penjelasan Bhatara Siwa kepada puteranya Sang Hyang Gana.
Isinya antara lain adalah mengenai proses
penciptaan alam semesta.
Bahwa dari Surya lahirlah Ongkara,
dari Ongkara lahir bindu dan dari bindu lahirlah Pancadaiwata : Brahma,
Wisnu, Rudra, Siwa, Sadasiwa. Kemudian dari Paricadaiwatatma lahirlah
Pancatanmatra, dari Pancatanmatra lahir Pancamahabhuta akhirnya dari
Pancamahabhutha inilah lahir bumi, air, matahari, bulan, bintang, angin,
suara. Dari bumi (bhuwana) lahirlah tumbuh-tumbuhan dan binatang. Adapun
kelahiran manusia tak berbeda dengan lahirnya dunia (bhuwana) yang juga lahir
dan bindu yang lahir pertama dan Ongkara.
Bagian lainnya lebih banyak
menguraikan tentang ajaran Yoga seperti Sadangga Yoga yaitu:
- Pratyahara Yoga,
- Dhyana Yoga,
- Pranayama yama Yoga,
- Dharana Yoga,
- Tarka Yoga dan
- Samadhi Yoga.
Ajaran tentang asal-usul
bijaksara-bijaksara seperti Ongkara-pranawa, Pancaksara-panca brahma, Tryaksara,
Dasaksara dan Catur Dasaksara, cukup banyak diuraikan dalam lontar ini.
Disamping itu tak ketinggalan pula diuraikan tentang "kelepasan"
|
Jnanasiddhanta
|
Synopsis
|
|
Lontar ini merupakan lontar yang amat
penting artinya dalam upaya untuk memahami ajaran Ketuhanan yang dianut oleh
umat Hindu khususnya yang di Bali. Dikatakan bahwa lontar ini adalah sebuah
kompilasi yang mernuat ajaran Saiwasiddhanta, oleh karena ada beberapa bagian
dalam lontar Jnanasiddhanta
ini yang juga terdapat pada lontar lain, misalnya ada pada Bhuwanakosa,
Ganapatitatwa
dan sebagainya.
Isinya pada prinsipnya adalah
tentang "Kamoksaan" menurut ajaran Saiwasiddhanta. Keseluruhan
isinya terdiri dari 27 Judul, yaitu:
- Catur Viphala
- Prayoga-sandhi
- Sang Hyang Pranawa-Jnana
Kamoksan
- Sang Hyang Branawa-Tridevi
- Sang Hyang Kahuwusan
Jati-visesa
- Nirmala-jnana-sastra
- Panca Paramartha
- Sang Hyang Naisthika-Jnana
- Sang Hyang Maha Vindu
- Sang Hyang Saptongkara
- Sang Hyang Pancavimsati
- Sang Hyang Dasatma-Sang Hyang
Vindu-Prakriya
- Pancatma
- Sang Hyang Upadesa-Samuha
- Sad-angga-yoga
- Sang Hyang Atma-lingga,
Lingodbhava
- Utpeti-sthiti-pralina Sang
Hyang Pranava
- Caturdasaksara-pindha,
Utpati-sthiti Pralina
- Sang Hyang Bhedajnana
- Sang Hyang Mahajnana
- Sang Hyang Benem Vungkal
- Pranayama, Sangksipta-puja
- Sang Hyang Kaka-Hamsa
- Sang Hyang Tirtha, Sapta
Samudra-Sapta-Patala
- Sang Hyang Saivasiddhanta
- Utpati-Sthiti-Pralina Sang
Hyang Vindu, Abhyantara
- Jnanasiddhanta
|
Bhuwana
sangksepa
|
Synopsis
|
|
Lontar ini memuat uraian Bhatara Siwa
kepada isterinya Bhatari Uma dan puteranya Sang Kumara dalam 87 sloka dan
terjemahannya ke dalam bahasa Jawa Kuna. Isinya antara lain mengenai proses
penciptaan alam semesta.
Prosesnya adalah demikian:
- Pertama yang ada hanyalah
"Surya"
- Dari Surya lahirlah matra
nada
- Kemudian lahir bindu,
ardhacandra dan wiswa
- Seterusnya lahirlah
tryaksara, panca brahma, pancaksara dan swara-wyanjana yang merupakan
badan dari dewa-dewa dalam pengider - ider.
Kemudian diuraikan pula mengenai
Sapta loka:
- Bhur loka atau manusa loka
- Bhuwah loka atau Candra-ditya
- Swah loka atau Wisnu loka
- Mahaloka atau Brahma loka
- Jana toka atau Rudra loka
- Tapa loka atau Maha dewa loka
- Surya loka atau Siwa loka
yang dikaitkan dengan badan manusia.
Di samping itu juga diuraikan
tentang Sapta Patala, Sapta Dwija, Sapta Arnawa dan Sapta Tirtha yang
semuanya dikaitkan dengan bagian-bagian tertentu dalam tubuh manusia.
|
Sanghyang
Mahajnana
|
Synopsis
|
|
Lontar ini terdiri dan 87 sloka
dengan terjemahannya ke dalam bahasa Jawa-Kuna yang memuat penjelasan Bhatara
Siwa kepada puteranya Sang Kumara.
Isinya antara lain tentang yang
disebut "maturu" yaitu dasendrya dan yang disebut
"matanghi" yaitu wayu dan teja; Tentang purusa dan prakrti, Siwa
lingga, bahya lingga atma lingga. Kemudian tentang Saptapada yaitu :
Jagrapada, Susupta pada, Swapnapada, Turyapada, turyantapada, Kewayapada,
Paramakewalyapada.
Konsepsi mengenai Trimurti :
Brahma, Wisnu, Maheswara, diuraikan dengan jelas yaitu tiga badannya dari
Yang Tunggal. Keutamaan Sanghyang Ongkara dalam kaitannya dengan
"kamoksan" serta peranan hati juga ada diuraikan dalam lontar ini.
Dalam lontar ini ada hal yang
khas, yaitu bahwa setiap penjelasannya didahului dengan semacam teka-teki,
seperti misalnya: apa yang merupakan api dalam air, apa yang dimaksud
matahari terbit di malam hari, dan sebagainya
|
|
|
|
Kalau dalam lontar Bhuwanakosa,
Wrhaspati-Tattwa, Ganapati Tattwa, Bhuwana sangksepa, Sanghyang Mahajnana,
ada teks atau sloka Sansekerta maka dalam lontar Tattwa-jnana ini hal itu
tidak ada sama sekali. Seluruh uraiannya berbahasa Jawa-Kuna dalam bentuk
uraian berupa dialog seperti pada lontar-lontar terdahulu.
Isinya pada prinsipnya sama dengan
isi Wrhaspati Tattwa yang akan diuraikan kemudian, hanya kadang kala ada
perbedaan istilah. Misalnya saja kalau dalam Wrhaspati-Tattwa Rwa-bhineda
tattwa itu terdiri dari Cetana dan Acetana maka dalam lontar ini disebut Siwa
Tattwa dan Maya Tattwa disamping juga istilah Cetana dengan Acetana itu juga
dipakai. Yang disebut Siwatma-tatwa dalam Wrhaspati-tattwa, maka dalam lontar
mi disebut Atmika tatwa. Demikian pula istilah Dura sarwajna dalam
Wrhaspati-Tattwa dalam lontar ini disebut Duratma.
|
|
|
|
Lontar ini cukup populer di
kalangan para peminat sastra dan agama.
Isinya menguraikan tentang dialog antara Bhagawan Wrhaspati dengan Bhatara
Siwa di puncak gunung Kailasa yang disajikan secara sistematis; ada teks
Sansekerta dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa-Kuna.
Disebutkan bahwa ada 2 azas yang menjadi sumber segala. Kedua unsur itu
adalah: Cetana dan Acetana Cetana maupun Acetana ini bersifat gaib (suksma).
Cetana adalah azas kesadaran dan Acetana adalah azas ketaksadaran. Cetana
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu Paramasiwa-tattwa, Sadasiwa-tattwa, dan
Siwa-tattwa. Pertemuan Cetana dan Acetana itulah nielahirkan antara lain
Pradhana-tattwa, Triguna-tattwa, Triantah karana, Panca budindriya. Panca
karmendriya. Panca tan matara, dan Panca Mahabhuta. Selain itu lontar ini
juga banyak menguraikan mengenai ajaran yoga.
Isi lontar Wrhaspati-Tattwa dekat dengan ajaran Samkhya dan Yoga.
|
|
|
|
|
Ajaran Ketuhanan dalam
lontar-lontar di Bali
|
a. Bhatara Siwa sumber segala.
|
Dalam lontar Bhuwanakosa
dikatakan bahwa semua yang ada ini muncul dari Bhatara Siwa dan akan
kembali kepada-Nya juga. Dengan demikian maka Bhatara Siwa adalah sumber
segala yang ada, sama halnya dengan Brahman dalam Upanisad.
|
(Bhuwanakosa III, 82).
|
Yatottamam iti sarvve, jagat
tatva vva liyate, yatha sambhavate sarvvam, tatra bhavati liyate.
Sakwehning jagat kabeh, mijil sangkeng Bhatara Siwa ika, lina ring
Bhatara Siwa ya.
|
Semua dunia ini muncul dari
Bhatara Siwa, lenyap kembali pada Bhatara Siwa juga.
Segala yang muncul dari Bhatara Siwa itu sifatnya maya, bukan yang
sesungguh nya dan merupakan dunia phenomena, yaitu dunia gajala yang
tampak untuk sementara saja. Ibarat tampaknya bayang-bayang pada cermin,
yang tampaknya saja ada namun sesungguhnya tidak ada, dan yang
sesungguhnya ada berada di balik bayang-bayang itu. Adapun yang sembunyi
di balik dunia ini, yang bersifat langgeng, hanyalah Bhatara Siwa sendi
|
|
Lebih jauh Bhuwanakosa menyatakan sebagai berikut :
|
(Bhuwanakosa III, 81).
|
Mayamatram idam rupam jagat
sthavara jangamarn, Sivatma bhavate sarve sive tatva wa liyate
lkang jagat kabeh, sthavara janggama-waknya, maya swabhawanya, rupa
Bhatara Siwa sahanannya, ikang rat kabeh, i wekasan lina mare sira.
.
|
Semua dunia ini,
tumbuh-tumbuhan, binatang wujudnya, maya sifatnya, wujud Bhatara Siwa itu
semuanya, semua dunia ini pada akhirnya lenyap kepada-Nya
|
(Bhuwanakosa III, 71).
|
Tatvani sanharet bhuyah
liyante tatvake punah, salilan eka tat sarvve, drstopi vuvudhah yatha,
Mangkana pwa Bhatara Siwa, irikang tattwa kabeh, ri wekasan lina ri sira
muwah, nihan drstopamanya, kadyang-ganing wereh makweh wijilnya tunggal
ya sakeng wway
|
Demikianlah Bhatara Siwa, pada
semua tattwa, pada akhirnya kembali lagi ke dalam dirinya. contohnya
seperti halnya buih banyak munculnya (namun sesungguhnya) tunggal dari
air. Dan uraian kutipan di atas ternyata segala yang ada ini mengalami
muncul, mengada dan meniada. Dalam hubungan inilah Bhatara Siwa dipandang
sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pemralina segala yang ada.
|
Bhuwanakosa III, 78).
|
Brahma srjayate lokam visnave
palaka sthitam, rudretvesangharas ceva, trimurtih nama eva ca. Lwir
Bhatara Siwa magawe jagat, Brahma rupa siran panrsti jagat, Wisnu rupa
siran pangraksa ng jagat, Rudra rupanira mralayaken rat, nahan tawak
niran tiga. bheda nama
|
Halnya Bhatara Siwa
menciptakan dunia ini.
Brahma wujudnya waktu menciptakan dunia ini.
Wisnu wujudnya waktu menjaga dunia ini.
Rudra wujud-Nya waktu mempralina dunia ini
Demikianlah tiga wujud-Nya (Trimurti) hanya beda nama.
|
|
|
b. Bhatara Siwa bersifat
immanent dan trancendent.
|
Ajaran Ketuhanan yang termuat
dalam lontar-lontar tattwa di atas, azasnya bersumber pada kitab-kitab Veda
dan Upanisad sebagaimana telah diuraikan di depan. Jika dalam Veda Tuhan
disebut Tat dan dalam Upanisad disebut Brahman maka dalam lontar-lontar itu
Tuhan dipanggil Bhatara Siwa
Bhatara Siwa bersifat immanent dan juga trancendent. Immanent artinya bahwa
beliau hadir di mana-mana, sedangkan trancendent artinya bahwa beliau
mengatasi pikiran dan indriya manusia. Hal ini
dengan jelas tampak dalam sloka berikut:
|
(Bhuwanakosa II, 16).
|
Sivas sarvagata suksmah,
bhutanam antariksavat, acintya mahagrhayante, naindriyam parigrhyante.
Bhatara Siwa sira wyapaka, sira suksma tan kneng angen-angen,
kadyangganing akasa sira, tan kagrhita dening manah mwang indriya.
|
Bhatara Siwa meresapi segala,
Ia gaib tak dapat dipikirkan, seperti angkasalah Ia, tak terjangkau oleh
pikiran dan indriya
|
|
Berdasarkan bunyi kutipan di
atas dengan jelas dikatakan bahwa Bhatara Siwa meresapi segala, berarti
beliau hadir pada segala, hadir di mana-mana (immanent), berarti pula ada
dalam pikiran dan indriya manusia. Akan tetapi juga tak terjangkau oleh
pikiran maupun indriya itu sendiri. Ini berarti bahwa beliau mengatasi
pikiran dan indriya itu sendiri (trancendent).
Bhatara Siwa juga bersifat berpribadi (personal) dan juga tak berpribadi
(impersonal). Dalam aspeknya yang personal beliau adalah ayah (sah pita),
lbu (sah matah), Saudara (sah mitra), Keluarga (sah vanduh), Guru (sah
Guruh) dan sebagainya. Sedangkan dalam aspeknya yang impersonal, beliau
bersifat tak terpikirkan (acintya), tak berawal. tengah dan akhir (anadi
madhyantan). tak terbatas (amita). tak berbadan (agatram) dan sebagainya
|
|
c. Bhatara Siwa adalah Esa,
berada di mana-mana dengan nama-nama yang berbeda
|
Sebagaimana juga ajaran Veda dan
Upanisad dengan jelas menyatakan Tuhan itu Esa, demikianlah pula dinyatakan
dalam lontar-lontar tattwa di Bali. Perhatikanlah kutipan benkut
|
(Jnanasiddhanta: 122)
|
Sa eko Bhagawan Sarvah
Siva-karana-karanam
Aneka viditah Sarvah
Caturvidhasya karanam.
Kalanganya:
Ekatvanekalva swalaksana Bhatara. Ekatwa ngaranya. kahidep maka laksanang
Siwatwa. Ndan tunggal. tan rwa-tiga kehidepannia. Mangekalaksana
Siwa-karana juga, tan paprabheda. Aneka ngaranya kahidepan Bhatara maka
laksana caturdha. Caturdha ngaranya, laksana niran
sthula-suksma-parasunya
|
Dia, Siwa Yang Suci adalah
Esa, penyebab Siwa selaku Sebab Pertama; Siwa juga dipandang sebagai
lebih dari pada Esa, karena karyanya bersifat empat. Ciri-ciri Siwa ialah
Esa. Esa berarti bahwa oleh akal budi ditangkap sebagai sesuatu yang
cirinya ialah kodrat Siwa yang sejati (Siwa-tat-twa). Dan ia dipandang
sebagai yang Esa (Eka), bukan dua atau tiga. Satu-satunya ciri ialah sebab
Siwa (Siwa-karana) saja, tanpa adanya perbedaan. Aneka berarti bahwa Ia
dipandang sebagai bercirikan empat. Bercirikan empat berarti: sthula,
suksma, para dan sunya. Bhatara Siwa Yang Esa itu dalam hal menjadi
Hyangnya sesuatu memiliki nama-nama yang berbeda, antara lain :
|
(Bhuwanakosa, III. 9)
|
Prthivya sarvva ekayam.
salile bhava samsmrtah,
agno pasupati jneyam,
bayva isanam eva ca.
Nihan wibhaga Bhatara munggwing rikang tatva kabeh, sarwajna ngaranira,
yang umandel ing prthiwi, Bhawa ngaranira yan umandel ing toya, Pasupati
ngaranira yan umandel ing Sanghyang Agni, Isana ngaranira yan umandel ing
bayu.
|
Inilah perincian Bhatara
berada pada semua tattwa, Sarwajna namanya bila berada pada tanah. Bhawa
namanya bila berada pada air, Pasupati namanya bila berada pada api,
Isana namanya bila berada pada angin
|
(Bhuwanakosa, III, 10).
|
Akase bhagavan bhimah,
mahadevopi manasi,
tan matrasthe ca ugroyah,
tejase rudra ucyate.
Bhima ngaranira yan heneng akasa, kinahanan ta sira dening asta guna,
Mahadeva ngaranira yan haneng manah, tan pawak, Ugra ngaranira yan haneng
panca tan matra, Rudra ngaranira yan haneng teja, makuwak ahangkara
|
Bhima namanya bila berada di
angkasa, dipenuhi Ia oleh asta-guna, Mahadewa namanya bila berada pada
pikiran, Ugra namanya bila berada pada panca tan matra, Rudra namanya
bila berada pada cahaya berbadan ahangkara.
|
|
Demikianlah nama-nama Bhatara
Siwa yang Tunggal itu ketika berada pada panca maha bhuta, panca tan matra,
manah dan ahangkara.
Sedangkan nama-nama Bhatara Siwa bila berada pada penjuru dunia ini adalah
sebagai berikut :
|
1. Sanghyang Iswara di Timur
2. Sanghyang Maheswara di Tenggara
3. Sanghyang Brahma di Selatan
4. Sanghyang Rudra di Barat Daya
5. Sanghyang Mahadewa di Barat
6. Sanghyang Sangkara di Barat Laut
7. Sanghyang Wisnu di Utara
8. Sanghyang Sambhu di Timur Laut
9. Sanghyang Siwa di Tengah
|
Kesembilan perwujudan Bhatara
Siwa ini disebut Dewata Nawasanga. Sanghyang Iswara, Sanghyang Brahma,
Sanghyang Mahadewa, Sanghyang Wisnu dan Sanghyang Siwa disebut Panca
Dewata. Pada Dewata Nawasanga ini Bhatara Siwa berada di Tengah sebagai
inti. sentrum semua dewa. sentrum semua yang ada.
Selain nama-nama tersebut ada pula nama-nama Bhatara Siwa dalam aspeknya
sebagai Panca Brahma. yaitu:
|
1. Sadyajata di Timur dengan
wijaksara Sa atau Sang
2. Bamadewa di Selatan dengan wijaksara Ba atau Bang
3. Tatpurusa di Barat dengan wijaksara Ta atau Tang
4. Aghora di Utara dengan wijaksara A atau Ang
5. Isana di Tengah dengan wijaksara I atau Ing.
|
Wijaksara-wijaksara Sa, Ba, Ta,
A, I atau Sang, Bang. Tang, Ang, Ing ini disebut Panca Brahmaksara,
Wijaksara ini sangat sering dipakai dalam puja-puja di Bali.
Demikianlah antara lain nama-nama Bhatara Siwa yang tentunya masih banyak
lagi namaNya yang lain.
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar