Selasa, 18 Februari 2014

Kalki Avatar



Kalki Avatar

Kalki (juga disalin sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara kesepuluh dan awatara (inkarnasi) terakhir Dewa Wisnu Sang pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran).
Kata Kalki seringkali merupakan suatu kiasan dari “keabadian” atau “masa”. Asal mula nama tersebut diperkirakan berasal dari kata Kalka yang bermakna “kotor”, “busuk”, atau “jahat” dan oleh karena itu "Kalki" berarti “Penghancur kejahatan”, “Penghancur kekacauan”, "Penghancur kegelapan", atau “Sang Pembasmi Kebodohan”. Dalam bahasa Hindi, kalki avatar berarti “inkarnasi hari esok”.


Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara yaitu beliau adalah Awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya “Devadatta” (anugerah Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali, kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman yang baru.
Salah satu sumber yang pertama kali menyebutkan istilah Kalki adalah Wisnu Purana, yang diduga muncul setelah masa Kerajaan Gupta sekitar abad ke-7 sebelum Masehi. Wisnu adalah Dewa pemelihara dan pelindung, salah satu bagian Trimurti, dan merupakan penengah yang mempertimbangkan penciptaan dan kehancuran sesuatu. Kalki juga muncul di salah satu dari 18 kitab Purana yang utama, Agni Purana. Kitab purana yang memuat khusus tentang Kalki adalah Kalki Purana. Di sana dibahas kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa Kalki muncul.

Membuka Wawasan Pikiran Kita
Beberapa orang meyakini bahwa filsafat Dasa Awatara menunjukkan perkembangan kehidupan dan peradaban manusia di muka bumi. Setiap Awatara merupakan lambang dari setiap perkembangan zaman yang terjadi. Matsya Awatara merupakan lambang bahwa kehidupan pertama terjadi di air. Kurma Awatara menunjukkan perkembangan selanjutnya, yakni munculnya hewan amphibi. Waraha Awatara melambangkan kehidupan selanjutnya terjadi di darat. Narasimha Awatara melambangkan dimulainya evolusi mamalia. Wamana Awatara melambangkan perkembangan makhluk yang disebut manusia namun belum sempurna. Parashurama Awatara, pertapa bersenjata kapak, melambangkan perkembangan manusia di tingkat yang sempurna. Rama Awatara melambangkan peradaban manusia untuk memulai pemerintahan. Krishna Awatara, yang mahir dalam enam puluh empat bidang pengetahuan dan kesenian melambangkan kecakapan manusia di bidang kebudayaan dan memajukan peradaban. Balarama Awatara, Kakak Kresna yang bersenjata alat pembajak sawah, melambangkan peradaban dalam bidang pertanian. Buddha Awatara, yang mendapatkan pencerahan, melambangkan kemajuan sosial manusia.
Awatara yang turun ke dunia juga memiliki makna-makna menurut zamannya: masa para Raja meraih kejayaan dengan pemerintahan Rama Awatara pada masa Treta Yuga, dan keadilan sosial dan Dharma dilindungi oleh Sri Kresna pada masa Dwapara Yuga. Makna dari turunnya para Awatara selama masa Satya Yuga menuju Kali Yuga juga menunjukkan evolusi makhluk hidup dan perkembangan peradaban manusia.
Awatara-awatara dalam daftar di atas merupakan inkarnasi Wisnu, yang mana dalam suatu filsafat merupakan lambang dari takaran dari nilai-nilai kemasyarakatan. Istri Dewa Wisnu bernama Laksmi, Dewi kemakmuran. Kemakmuran dihasilkan oleh masyarakat, dan diusahakan agar terus berjalan seimbang. Hal tersebut dilambangkan dengan Dewi Laksmi yang berada di kaki Dewa Wisnu. Dewi Laksmi sangat setia terhadapnya.
Filsafat Catur Yuga yang merupakan masa-masa yang menjadi latar belakang turunnya suatu Awatara dideskripsikan sebagai berikut:
- Satya Yuga, dilambangkan dengan seseorang membawa sebuah kendi (kamandalu)
- Treta Yuga,  dilambangkan dengan seseorang yang membawa sapi dan sauh
- Dwapara Yuga, dilambangkan dengan seseorang membawa busur panah dan kapak
- Kali Yuga, dilambangkan dengan seseorang yang sangat jelek, telanjang, dan melakukan tindakan yang tidak senonoh.
Jika deskripsi di atas diamati dengan seksama, maka masing-masing zaman memiliki makna tersendiri yang mewakili perkembangan peradaban masyarakat manusia. Pada masa pertama, Satya Yuga, ada peradaban mengenai tembikar, bahasa, ritual (yajña), dan sebagainya. Pada masa yang kedua, Treta Yuga, manusia memiliki kebudayaan bertani, bercocok tanam dan beternak. Pada masa yang ketiga, manusia memiliki peradaban untuk membuat senjata karena bidang pertanian dan kemakmuran perlu dijaga. Yuga yang terakhir merupakan puncak dari kekacauan, dan akhir dari peradaban manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar