Sifat Kesatria Dalem Dukut Patut Diteladani
Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan upaya Dalem Klungkung menyatukan Nusa Penida dengan Bali. Upaya itu dilakukan untuk membangun hubungan yang lebih produktif antara rakyat Bali dan rakyat Nusa. Hanya saat Ngurah Peminggir diutus oleh Dalem Klungkung mendekati Dalem Nusa ternyata gagal. Kegagalan itu karena Ngurah Peminggir menggunakan kekerasan perang mau menguasai Nusa. Bagaimana hubungan kesejarahan antara Pura Dalem Peed dengan Dalem Dukut?
==============================
SAAT itu Dalem Dukut melepaskan wong samar-nya
mengalahkan Ngurah Peminggir dengan pasukannya. Dalem Klungkung melanjutkan
upaya penyatuan Pulau Bali dengan Nusa dengan mengutus I Gst. Ngurah Jelantik
Bogol. Pendekatan yang digunakan oleh I Gusti Ngurah Jelantik Bogol adalah
pendekatan yang etis mengikuti tata krama seorang kesatria sebagai utusan raja.
Dalem Dukut pun menerima dengan sangat hormat sesuai dengan tata krama kerajaan
dalam menerima utusan raja.
Dalem Dukut atau ada juga sumber yang menyebut Dalem
Bungkut bersedia menyerahkan Kerajaan Nusa melalui suatu cara yang terhormat
dalam tata krama sebagai kesatria. Dua tokoh ini pun mengadakan perang tanding
secara terhormat dengan tidak melibatkan prajurit dan rakyatnya. Mereka melakukan
perang tanding secara kesatria tidak berdasarkan kebencian dan kesombongan akan
kelebihan diri masing-masing.
I Gst. Jelantik Bogol dalam perang tanding itu
menggunakan senjata pemberian kerajaan bernama ”Ganja Malela”. Dalam perang
tanding itu senjata Ganja Malela I Gusti Jelantik Bogol patah. Hampir saja I
Gst. Jelantik Bogol kalah. Cepat-cepat istrinya, Ni Gusti Ayu Kaler, memberikan
senjata bartuah bernama Pencok Sahang. Melihat senjata Pencok Sahang ini Dalem
Dukut sudah punya firasat bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke alam sunia
lewat senjata Pencok Sahang.
Peperangan pun dihentikan sementara dan Dalem Dukut
menyatakan kepada I Gst. Jelantik Bogol bahwa ia akan kembali ke Sunia Loka
lewat senjata Pencok Sahang itu. Dalem Dukut pun menyatakan menyerahkan segala
kekayaan Nusa dengan rakyat dan wong samar-nya untuk mendukung Dalem Klungkung
memajukan Klungkung.
Senjata Pencok Sahang ini sesungguhnya adalah taring Naga
Basuki. Ketika Ni Gst. Ayu Kaler mandi di Sungai Unda ada sepotong kayu bagaikan
kayu bakar atau sahang yang selalu menujunya. Setiap kayu itu dijauhkan dari
dirinya selalu balik kembali mendekati dirinya. Akhirnya kayu itu dipungut.
Setelah dibelah ternyata di dalamnya terdapat sebuah keris yang belum jadi.
Keris itulah bernama Pencok Sahang yang tiada lain adalah taring Naga Basuki
sendiri.
Yang patut direnungkan latar belakang dari perang tanding
Dalem Dukut dengan Jelantik Bogol. Dua orang ini sesungguhnya sudah saling
kenal, bahkan bersahabat saat belum menjabat sebagai raja maupun patih. Saat
ada panggilan tugas yang berbeda ini mereka kelola dengan bijak sesuai dengan
swadharma kesatria. Saat Patih Jelantik Bogol datang ke Nusa membawa tugas
Kerajaan Klungkung, Dalem Dukut menyambutnya dengan sangat ramah.
Dalem Dukut menyatakan bahwa jangan karena ada tugas yang
berlawanan terus persahabatan menjadi hilang. Demikian juga sebaliknya jangan
karena sahabat terus swadharma ditinggalkan sebagai seorang kesatia. Patih
Jelantik Bogol membawa pasukan dari Klungkung, tetapi tidak dengan kasar
menyerang Kerajaan Nusa. Jelantik Bogol mengatakan pendekatan diplomatik
terlebih dahulu dengan cara-cara yang menghormati Dalem Dukut. Raja Nusa ini
pun menyambut dengan baik. Dalem Dukut menjamu Patih Jelantik Bogol sebagai
seorang teman.
Dalam jamuan tersebut Dalem Dukut menyatakan bahwa Nusa
tidak akan kalah kalau Dalem Dukut masih hidup, walaupun semua pasukan Nusa
habis. Sebaliknya utusan Dalem Klungkung pun tidak akan kalah kalau Patih
Jelantik Bogol tidak gugur di medan
perang, meskipun semua pasukan Klungkung gugur dalam pertempuran.
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk tidak
memberikan pasukannya masing-masing bertempur. Biarlah mereka bergembira
membangun komunikasi persaudaraan demi Bali dan Nusa. Dalem Dukut dan Patih
Jelantik Bogol sepakat untuk melakukan perang tanding dalam melakukan swadharma
kesatria. Swadharma Patih Jelantik Bogol adalah menyukseskan misi Dalem
Klungkung untuk menyatukan Nusa Penida ke dalam kekuasaan Klungkung, sedangkan
Dalem Dukut memiliki swadharma untuk menjaga eksistensi kehormatan Kerajaan
Nusa Penida.
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol perang tanding untuk
melakukan swadharmanya masing-masing. Perang tanding itu bukan dilakukan karena
kebencian, tetapi atas dorongan melakukan swadharma sebagai kesatria. Dalam
melakukan swadharma tersebut mereka tetap juga menjaga persahabatan. Sebelum
perang tanding dilangsungkan, Dalem Dukut pun menjamu I Gst. Ngurah Jelantik
Bogol sebagai seorang sahabat dengan jamuan kehormatan. Pasukan Klungkung dan
Nusa pun ikut berpesta dalam perjamuan tersebut.
Setelah jamuan berlangsung barulah perang tanding
dilakukan dengan cara-cara kesatria. Kedua pasukan hanya sebagai saksi perang
tanding tersebut. Apalagi rakyat sipil tidak ada yang jadi korban dalam proses
penguasaan Nusa oleh Dalem Klungkung. Sifat-sifat kesatria Dalem Dukut dan
Patih Jelantik Bogol ini patut menjadi renungan kita bersama dalam membangun
Bali dalam proses dinamika kehidupan politik untuk mengutamakan sifat-sifat
kesatria yang tidak mengorbankan rakyat kecil untuk mewujudkan tujuan mencapai
kekuasaan maupun mencari kekayaan.
Bersatunya Nusa dengan Bali
menjadi satu sistem pemerintahan dalam proses yang sangat terhormat pada masa
pemerintahan Dalem Klungkung. Tidak ada yang kalah menang dalam artian sempit.
Dalem Dukut tidak mengerahkan pasukan wong samar-nya melawan I Gst. Jelantik
Bogol. Kemungkinan Dalem Dukut melihat suatu kepentingan yang lebih besar dan
lebih mulia yaitu bersatunya alam dan rakyat Nusa dengan Bali. Persatuan ini
akan membawa kedua daerah lebih mudah maju membangun kesejahteraan hidup
bersama antara rakyat Bali dan Nusa Penida
lahir batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar