Kurma Avatar
Kurma
Awatara
|
Kurma
adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura
raksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga.
Menurut kitab Adiparwa, kura-kura
tersebut bernama Akupa.
Menurut
berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara
atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan
tirta amerta yang dapat membuat peminumnya
hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk
laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Gunung
Mandara Giri, yang digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa
dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan
Naga Wasuki (Naga Basuki) dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar
gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra
memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian
lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu
mengambil alih.
Kisah
tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat
dalam Kitab Adiparwa. Dikisahkan pada
zaman Satyayuga, para Dewa
dan asura (rakshasa)
bersidang di puncak gunung Mahameru untuk
mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu
air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Sang
Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda,
"Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara),
sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu,
kerjakanlah."
Setelah
mendengar perintah Sang Hyang Nārāyana,
berangkatlah para Dewa dan asura pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung
bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya
sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat
izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara
dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon
katanya sebagai penjelmaan Wisnu, menjadi
dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak
tenggelam.
Pemutaran
Gunung Mandara Giri
|
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit
lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki
puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para
Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga
Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan
rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan
tirta amerta sehingga laut bergemuruh. Gunung
Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan bisa
membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan
mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. Lemak segala binatang di gunung Mandara beserta
minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara
pun makin diperhebat.
Saat
lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala
menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya
menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta:
Nila: biru, Kantha: tenggorokan). Setelah itu, berbagai dewa-dewi,
binatang, dan harta karun muncul, yaitu:
1. Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
2. Apsara, Kaum bidadari kahyangan
3. Kostuba, Permata yang paling berharga di dunia
4. Uccaihsrawa, Kuda para Dewa
5. Kalpawreksa, Pohon yang dapat mengabulkan keinginan
6. Kamadhenu, Sapi pertama dan ibu dari segala sapi
7. Airawata, Kendaraan Dewa Indra
8. Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran
Pembagian
Tirta Amertha
|
Akhirnya
keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi
tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian sementara para asura dan rakshasa
tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan rakshasa ingin agar
tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para
asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya, Sangka
Dwipa.
Melihat
tirta amerta berada di tangan para asura dan rakshasa,
Dewa Wisnu memikirkan siasat bagaimana
merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para
asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita
jelmaan Wisnu. Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta
amerta kepada Mohini.
Dewi
Mohini
|
Setelah
mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi
Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian
terjadilah perang antara para Dewa dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi
sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera
diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata cakra
yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari
tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di
pihak para Dewa.
Raksasa
Memakan Bulan
|
Para
Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka, kediaman
Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga hidup abadi.
Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika
mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Chandra,
yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu.
Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah
mencapai tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup karena
tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa Aditya dan Chandra,
dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan. Sehingga terjadilah
gerhana bulan dan gerhana matahari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar